Kamis, 02 Juli 2009

Wartawan Bubarkan Judi Sabung Ayam


Oleh: Kundori

Selama tugas di Kabupaten Sekadau banyak kenangan tersendiri. Baik suka maupun duka, bayangkan di kampung perbatasan antara Sekada-Sintang ada perjudian sabung ayam bertaraf internasional yang diperkirakan perputaran uang mencapai Rp. 500 juta setiap dua kali dalam seminggu. Terpaksa pihak panitia bubar dan entah lari kemana untuk mengulangi judi tersebut. Yang menarik judi sabung ayam itu bukan dibubarkan polisi selaku penegak hukum di Bumi Lawang Kuari, tapi berhasil dibubarkan wartawan yang hanya bersenjata pena dan kertas.

Ceritanya waktu itu saya mendapat kabar dari wartawan Berkat bernama Sudarno. Ia tahu bahwa di lokasi tidak jauh dari jalan raya persisnya di kebun karet ada perjudian sabung ayam. Saya tertarik, dan mencoba pergi bersama kawan saya tadi, ketika sampai di lokasi itu terkejut. Karena di lokasi seperti pasar ramainya, mulai dari pengunjung, warung dan terlihat parker sepeda motor berjejar rapi. Di sana terdapat arena sabung ayam yang sudah dibuat panitia dengan ratusan mata mengarah di dalam arena untuk melihat dua ayam jantan bertarung.

Saya ingin ambil gambar pakai kamera digital, tapi ada rasa takut ketahuan penjudi atau pengunjung lainnya nanti pasti akan curiga. Kawan saya, ada kamera hanphon maka dia yang saya suruh ambil dari berbagai sudut. Bahkan diantara kerumunan sabung ayam itu tampak oknum anggota polisi berseragam preman. Kawan, saya suruh ambil oknum aparat itu tapi dia takut. Tapi tak apalah, yang penting ada gambar untuk bukti. Kemudian agar lebih kuat bukti ada sabung ayam, saya membuka rekaman tipe recorder agar suara ramai terdengar.

Setelah itu saya pulang dengan kawan itu. Saya sampai di rumah langsung berfikir, mengapa judi ayam kok dibiarkan bebas oleh aparat setempat. Maka saya langsung menduga bahwa judi itu memang menjadi ‘asset’ pihak aparat penegak hokum di Sekadau itu.

Tidak cukup sekali, karena jadwal judi sabung ayam dua kali dalam seminggu. Maka di minggu berikutnya saya bersama wartawan Berkat bernama Sutarjo (adik Sudarno) untuk investigasi dan reportase lagi di arena sabung ayam tersebut. Maka setelah pulang, saya langsung membuat berita untuk diterbitkan.

Memang ada rasa khawatir, karena dari pengalaman pertama saat mengangkat judi di Kecamatan Nanga Taman saya banyak yang men teror. Jadi, saya menghubungi wartawan lain yakni Kapuas Post bernama Radius dan wartawan Berkat Sutarjo. Maka bertiga sepakat untuk menaikan berita judi sabung ayam di hari yang sama. Saya buat dengan inisial di ujung berita bukan dengan kode (rie) tapi (tim). Ini saya lakukan untuk mengantisipasi adanya polemik agar aman wartawan di Sekadau karena penulis tidak disebutkan. Kalau kawan Radius, dia malah pakai berita seolah Pontianak yang menulis dan kode juga pakai (tim). Sedangkan Sutarjo dari Berkat saya tidak tahu persis yang jelas dia juga buat pada hari ini.

Seperti biasa berita pada sore hari di kirim via internet, malam saya terus berfikir bahkan saat itu ada acara pisah sambut Kapolres lama AKPB Hutagaol dengan Kapolres baru AKBP Apriyanto. Memang sebelumnya saya sudah ada konfirmasi dengan pihak mereka (polisi) untuk membalance-kan berita. Saya konfirmasi langsung dengan Kapolres Hutagaol yang saat itu dia sudah pidah tugas dan jabatan sudah diserahkan dengan Kapolres yang baru. Dia menjawab masalah adanya sabung ayam tidak tahu. Lalu saya konfirmasi dengan Kasat Reskrim AKP Aswandi SH, waktu itu juga jawabnya tidak tahu. Maka saya tulis apa adanya di berita itu.

Nah, pagi hari berita sudah terbit. Tapi sayang di koran Berkat tidak terbit. Di Equator masuk halaman satu lengkap dengan foto dan di kapuas post juga terbit lengkap dengan foto.

Selama empat kali terbit sengaja saya giring berita tentang judi itu, mulai dari tanggapan dari tokoh masyarakat dan anggota DPRD. Sampai-sampai Kasat Reskrim menelpon saya, dan bertanya mengapa berita digiring terus dan mengatakan nanti kita cek ke lokasi. Saya jawab, ya sudah bubar lah bang, apa lagi yang mau ditangkap paling bekas arenanya yang masih banyak dijadikan barang bukti.

Rupanya benar, pada minggu berikutnya judi sabung ayam itu sudah tidak ada beroperasi lagi seperti biasa. Mungkin karena sudah masuk koran maka panitia menghentikan. Tapi saya dengar mereka pindah di salah satu tempat di kawasan Kabupaten Sintang. Karena sudah bukan wilayah tugas saya, maka saya juga tak mau ingin tahu lagi. Biarlah yang penting saya dan kawan-kawan wartawan yang ada di Sekadau sudah berhasil membubarkan perjudian yang seharusnya menjadi tanggungjawab polisi. (**)

Angkat Berita Judi, Satu Malam Kena Teror


Oleh: Kundori

Memang sudah menjadi tantangan seorang jurnalis. Semua berita pasti ada dampak baik dan buruknya. Kadang malah banyak dampak buruk ketimbang baiknya dan melibatkan keluarga. Misal jika ada ancaman dari orang tak dikenal, pasti keluarga kita juga ikut ketakutan. Seperti yang saya alami ketika bertugas menjadi wartawan Equator di Kabupaten Sekadau 2007 silam.

Waktu itu ada kawan yang menghubungi saya, dia mengatakan ada orang mau masukan berita. Dia adalah seorang mahasiswa Untan Pontianak asal Kecamatan Nanga Taman Kabupaten Sekadau. Dia mengaku ketika pulang kampung merasa terkejut karena di tanah kelahiranya marak perjudian secara terang-terangan. Tepatnya saat menyambut peringatan 17 Agustus 2007. mungkin sudah menjadi tradisi warga setempat. Tapi si mahasiwa itu tak terima kampung halamannya menjadi arena judi yang ditonton oleh para aparat dan pejabat pemerintah kecamatan bahkan tokoh agama setempat seakan tak bisa berbuat apa-apa.

Maka mahasiswa itu nekat mencari wartawan untuk memasukan berita judi itu. Maka ketemulah dengan saya, di warung kopi komplek terminal lawang kuari. Dia terus terang merasa prihatin melihat di kampung halamannya marak perjudian saat menyambut hari kemerdekaan RI. Maka menyuruh saya agar dimasukan ke dalam berita. Tapi mahasiswa itu tak mau disebut nama sebagai nara sumber. Mungkin dia agak tak enak dengan orang-orang di kampungnya itu. Jadi saya juga mengerti dan kewajiban kita selaku seorang jurnalis untuk merahasikan identitas nara sumber jika itu dikehendaki.

Maka, berita yang disampaikan si mahasiswa itu saya tulis dengan apa adanya. Untuk membalancekan berita, saya berusaha konfirmasi dengan Camat Nanga Taman, dimana selaku kepala wilayah di daerah setempat. Karena berdasarkan informasi judi 17 Agustus itu dikelola dengan sistem kepanitian. Tapi sangat disayangkan ketika kita konfirmasi si camat itu terkesan menghindar.

Tak apa, yang penting saya sudah konfirmasi untuk menanyakan kondisi yang ada di lapangan. Setelah saya ketik langsung ke warnet, maklum belum ada kantor biro di Sekadau sehingga masih numpang di rental untuk mengetik dan kirim berita via email ke redaksi. Nah pagi harinya koran terbit dan berita judi di halaman patroli. Saya tidak tahu, apakah koran di pasaran laku banyak atau tidak. Yang jelas koran saat itu belum masuk di Kecamatan Nanga Taman.

Namun, rupanya berita tersebut berdampak ketika malam tiba. Handphon saya berdering bunyi SMS. Saya bukan sangat terkejut karena isinya sebuah ancaman dan teror yang ditujukan kepada saya dan keluarga. Jumlah SMS lumayan banyak mencapai puluhan dengan nomor yang berbeda. Tidak saya layani, malah saya matikan malam itu. Memang di hati saya ada sedikit rasa ketakutan. karena saya berfikir, jika terjadi sesuatu saya kasian dengan keluarga saya baik istri dan mertua dan ipar saya.

Sampai pagi hari, saya buka Hp dan kita aktifkan rupanya SMS masuk makin menjadi dan isinya semua teror. Seingat saja ada salah satu bunyi SMS: “Sekarang judi sudah bubar, sekarang gantian Equator membayar kami Rp.10 juta”. Melihat banyak SMS teror masuk, untuk sementara HP saya selama satu Minggu tidak saya aktifkan. Dan menggunakan kartu lain. Sampai-sampai Redaktur Pelaksana saya bernama Mutadi waktu itu sempat marah, karena ketika menghubungi tidak masuk-masuk. “Mantap bos kita nich, HP tak pernah aktif’ itulah kata Redpel saya ketika marahin saya. Maka saya jelaskan mengapa HP saya sengaja tidak aktif.

Lucunya, puluhan SMS teror itu saya pindah di catatan kertas kecil. Saya simpan dan saya beritahukan kawan-kawan. Tapi semua itu rupanya hanya sebuah teror saja dan Alhamdulillah tidak ada terjadi apa-apa terhadap dirinya saya. Saya waktu itu hanya berfikir, jika memang para penjudi itu mencari saya dan melakukan tindakan yang tidak kita inginkan. Apakah orang lain tidak akan membantu saya. Apakah orang yang ada di Sekadau akan mendukung judi? Pastinya tidak kan, maka saya mendapat ancaman teror tersebut tidak takut. Paling hanya waspada saja. Demikian sedikit kisah nyata yang pernah saya alami saat bertigas di Sekadau. (*)

Jembatan Pasar Darit Jangan Asal Bangun




*Masalah Sosial harus Diselesaikan Dulu

NGABANG. Jembatan lama Darit tahun ini akan dibangun dengan menelan Rp.2,6 miliar lebih dari dana pasca bencana alam APBD Labdak. Sebelum dibangun diharapkan harus diselesaikan terlebih dahulu masalah sosial. Jangan seperti pembangunan jembatan Tebedak yang hingga saat ini belum rampung masalah sosialanya.

“Jembatan Darit didanai Rp.2,6 miliar lebih, masalah sosial harus diselesaikan terlebih dahulu baru dibangun. Karena selama ini banyak pembangunan di Landak sudah banyak terjadi, proses pembangunan kadang terjadi masalah, bagung gedung sekolah warta tiba-tiba menyegel, dan contoh yang hingga saat ini masih belum rampung penyesaian jembatan Tebedak,” tegas Wakil Ketua DPRD Landak Klemen Apui, SIp kepada Equator, kemarin.

Sedangkan di jembatan Tebedak juga sudah ditangani tim sembilan dari beberapa instansi terkait, tapi kabar dana pembebasan lahan dari yang katanya dianggarkan pemerintah provinsi juga belum jelas jumlahnya. “Nah, ini salah satu kasus yang terjadi dalam proses pembangunan, lalu untuk rencana pembangunan jembatan Darit ini juga nantinya jangan sampai seperti di jembatan Tebadak atau lainnya,” tegas Apui.

Kemudia, jika dilihat saat ini sudah memasuki bulan ke tujuh tahun anggaran 2009, pastinya harus segera dibangun. Tapi kalau masalah sosial belum rampung bisa timbul masalah. “Coba-lah malasah-masalah lama yang selama ini sering terjadi saat pembangunan di Landak dijadikan evaluasi jangan asal membangun,” ungkap Apui legislator Partai Golkar ini.

Apalagi, lanjut Ketua Tim JK-Wiranto Landak ini, jembatan tersebut dengan dana Rp. Miliar lebih, apakah beruba kerangka baja atau tidak pastinya tidak tahu. Yang jelas proses pembangunan pasti meninggikan atau pengurukan. Nah disekitar jembatan itu sudah jelas banyak rumah penduduk yang akan terkena dampak.

“Nah ini harus diselesaikan, apakah sudah dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat di sekitar, apakah masalah pembebasan lahan atau lainnya,” ujar Apui.

Selain itu, jika jembatan tersebut di tinggikan, badan jalan dari arah kiri dan kanan tentu bisa saja ikut ditinggikan. Apalagi pasar Darit sering menjadi langganan banjir, maka harus ditinggikan juga. “Jalan di tinggikan juga dan diaspal,” ujar nya.

Menyikapi masalah ini, seharusnya pihak konsultan perencana pengawas harus betul-betul bekerja, jangan hanya diam saja. Kalau dia konsultan perencanaan pasti sudah mempunyai gambaran tentang lingkungan di sekitar jembatan itu berapa rumah yang terkana dampak. “Jadi konsultan bisa mengekspos dengan instansi terkait sehingga bisa diambil kebijakan,” kata Apui.

Untuk itu, Apui kembali mengharapkan, kepada pihak pelaksana, instansi terkait sebvelum melakukan pembangunan jembatan Darit ini terlebih dahulu diselesaikan masalah sosial. Jangan tiba-tiba membangun menuai masalah sari masyarakat setempat.

“Jadikan evaluasi masalah-masalah yang terjadi, contoh kecil saja pembangunan jembatan Tebedak, sudah rampung lama, baru melakukan penyelesaian sosial,” tandas Apui. (rie)